Oleh: Jesica Christanti, S.Psi.
Guru Bimbingan Konseling SMP TNH
Dalam dunia pendidikan, sering kali kita terjebak pada pencapaian akademik sebagai tolok ukur utama keberhasilan siswa. Padahal, pendidikan sejatinya tidak hanya membentuk anak menjadi cerdas secara intelektual, tetapi juga membentuk mereka menjadi pribadi yang utuh berkarakter, berempati, dan peduli terhadap sesama.
Kegiatan Bakti Sosial yang baru saja dilaksanakan oleh keluarga besar Yayasan Pendidikan Taruna Nusa Harapan di dua lokasi, yaitu Panti Werdha Mojokerto dan Penampungan ODGJ Among Budaya Trowulan, menjadi contoh konkret dari pendidikan karakter yang menyentuh akar kehidupan. Dalam kegiatan ini, para siswa tidak hanya belajar teori tentang empati dan kasih sayang di kelas, tetapi mereka mengalaminya secara langsung. Mereka hadir, menyapa, memberi, dan mendengarkan. Ini adalah pembelajaran yang tak tergantikan.
Sebagai bagian dari tim pendamping dalam kegiatan ini, saya turut menyaksikan bagaimana interaksi antara siswa dan penerima manfaat berlangsung dengan hangat dan tulus. Saat menyaksikan siswa mendengarkan cerita para lansia atau dengan sabar menemani penghuni penampungan ODGJ, saya melihat betapa pengalaman nyata seperti ini memberi ruang bagi nilai-nilai empati tumbuh secara alami dalam diri mereka.
Sebagai seorang konselor pendidikan, saya percaya bahwa karakter peduli bukanlah sesuatu yang tiba-tiba tumbuh, melainkan perlu dibentuk dan dirawat sejak dini. Anak-anak perlu diberi ruang dan pengalaman untuk melihat realitas di luar diri mereka bahwa ada orang-orang lanjut usia yang kesepian, ada individu dengan gangguan jiwa yang membutuhkan perhatian, dan ada banyak bentuk penderitaan lain yang tidak bisa diakses dari balik layar gawai atau buku pelajaran.
Pernyataan Ibu Erlin Permana Windiastuti, M.Pd., selaku koordinator kegiatan, sangat relevan ketika menyebut bahwa kegiatan ini bukan hanya seremonial, tetapi pembelajaran nyata. Di sinilah nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, kasih, dan kepedulian benar-benar bersemi. Dan ketika siswa seperti Josse Elazoro Hantoro, Wakil Ketua OSIS SMP TNH, menyatakan rasa bangganya bisa berbagi, itu menandakan bahwa pesan moral dari kegiatan ini telah sampai dan membekas.
Penting untuk dicatat bahwa kegiatan seperti ini tidak lahir begitu saja. Dibutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua elemen sekolah yaitu guru, siswa, tenaga kependidikan, bahkan orang tua. Dari proses penggalangan dana hingga pelaksanaan kegiatan, semua pihak terlibat. Ini adalah bentuk gotong royong yang perlu dilestarikan dan dijadikan budaya sekolah.
Blasius P. Purwa Atmaja, S.Pd., Kepala SMP TNH, menyebut bahwa kegiatan ini sejalan dengan visi sekolah yaitu “peduli”. Sebuah visi yang tidak hanya dituliskan di dokumen perencanaan, tetapi dibuktikan dalam tindakan nyata.
Mari kita terus dorong kegiatan-kegiatan serupa tidak hanya menjadi agenda tahunan, tetapi menjadi bagian dari sistem pendidikan yang berkelanjutan. Karakter peduli adalah akar dari banyak nilai luhur lain: toleransi, tanggung jawab, solidaritas, dan cinta damai. Jika ini berhasil ditanamkan sejak dini, kita tidak hanya membentuk siswa yang cerdas, tetapi juga manusia yang memanusiakan manusia. (JC)
Tinggalkan Komentar